Hidup adalah memberi! Setidaknya itulah yang dapat
kita lakukan jika kita merasa masih merasa menjadi manusia yang berguna, kita
memang dapat hidup dari apa yang kita terima namun kita dapat memberikan
kehidupan dari apa yang kita beri, manusia dilahirkan berbeda-beda dengan
tujuan agar umat manusia dapat bermanfaat satu sama lain, saling melengkapi,
dan menjaga keseimbangan hidup, dibawah ini setidaknya ada 7 alasan mengapa
kita harus memberi manfaat kepada sesama:
1.
Karena Allah Telah Banyak Memberikan Kita Nikmat
Dalam alqur’an surat al kautsar, allah berfirman yang
artinya “sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang sangat
banyak”. Setelah ayat ini, lalu allah mengatakan “maka dirikanlah bagi Rabbmu,
dan sembelihlah hewan kurban”. Menyembelih hewan kurban adalah termasuk kerja
sosial, yaitu memberi manfaat bagi orang lain, dalam bentuk daging, tulang,
kulit dan lainnya.
Ketika mengomentari ayat ini, Ibnu Taimmiyah
berpandangan, “Allah memerintahkan mengumpulkan dua ibadah sekaligus, yaitu
menunaikan shalat dan menyembelih kurban. Inilah kombinasi ibadah mahdah dan
ghairu mahdah.” Sedangkan Imam Ibnu Katshir menyebutkan, bahwa qurban adalah
ibadah ilahiyah dan sosial sekaligus.
2.
Pengukuhan Tauhid Kepada Allah
Prinsip
kerja memberi yang dilakukan oleh orang-orang beriman tidak sekadar
menyenangkan dan membahagiakan. Tetapi, dibalilk itu semua sikap memberi
menjadi suatu bentuk sikap pengukuhan tauhid (keimanan) kepada Allah, bahwa ia
memberi karena Allah yang telah memerintahkan hal itu. Karena itu pula
pemberian ini tidak perlu dikait-kaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik,
seperti menyembelih atas nama selain Allah, atau sengaja dihanyutkan ke air.
Melainkan seekor kurban disembelih atas nama allah, lalu dimakan, diberikan
kepada fakir miskin, dan lain-lain.
Dalam
pengukuhan tauhid ini, Allah mengatakan tentang hewan qurban dalam al-qur’an “Sekali-kali
tidak akan sampai kepada Allah daging dan darahnya, melainkan nilai ketakwaan
kalian.” [Al-Hajj: 37]
3.
Mengikuti Sunah Para Nabi Dan Salihin Terdahulu
Sudah
jelas bahwa kegiatan beri memberi manfaat bukanlah karya orang-orang yang hidup
belakangan. Tapi, ia merupakan tradisi kenabian dan budaya orang-orang saleh
sejak dahulu kala. Ia adalah sunah Nabi Ibrahim, nabi Muhammad, Abu Bakar, Abdurrahman
bin ‘Auf dan seterusnya. Mereka adalah orang-orang yang ulet beribadah, namun
pada saat yang sama penuh dedikasi kepada orang lain. Allah menggambarkan sifat
mereka dalam al-qur’an “mereka mendahuluhkan saudaranya yang lain, walaupun
mereka sendiri menderita” [QS. Al-Hasyr : 91]
4.
Simpati Dan Empati Kepada Sesama Muslim
Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bersabda “Siapa saja yang tidak
peduli dengan urusan kaum muslimin, maka dia bukan bagian dari mereka (muslimin
itu)” [HR. Baihaqi, dalam Al-Ausath, dari Hudzaifah Al Yamani]
Dalam
riwayat ini dijelaskan, pembeda antara orang muslim dan bukan ialah kepedulian
mereka terhadap ummat (kaum muslimin). Tentu saja sejatinya orang-orang yang
beriman harus punya kepekaan tinggi terhadap saudara-saudaranya. Mereka tidak
saja punya kewajiban beribadah, tapi lebih dari itu juga memiliki
sensitivitasnya terhadap hajat-hajat sosial di sekitarnya.
5.
Adalah Suatu Cara Memuliakan Diri Sendiri
Memberikan
yang terbaik kepada saudara sebenarnya sebuah cara kita memuliakan diri
sendiri. Sebab nilai kita di mata Allah bkan tergantung seberapa banyak yang
kita miliki, tapi seberapa besar yang kita berikan dan seberapa besar gunanya
untuk keperluan orang lain.
Setiap
kali kita memberi manfaat kepada orang lain maka itu seperti kita meletakan
batu bata untuk rumah kita di akhriat kelak. Akan bagaimana bentuk rumah kita
di akhirat sangat tergantung dengan apa yang kita berikan untuk orang lain.
6.
Karena Kita Sejatinya Adalah Makhluk Sosial
Kita
harus benar-benar memahami, bahwa tidak ada satupu manusia bisa hidup di muka
bumi ini seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Jangankan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan besar, hal-hal kecil pun terkadang kita meminta bantuan
orang lain. Apabila mata kita kelilipan misalnya, tentu kita tidak bisa
meniupkannya sendiri. Kita tetap butuh seseorang di sekitar kita untuk membantu
menghilangkan debu di mata.
Karena itulah,
allah menjadikan manusia bersuku, berbangsa-bangsa, memiliki perbedaan bahasa,
gaya hidup, agar mereka saling meneganal dan berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Seperti yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an :
“Wahai
manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
wanita, dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, ialah
siapa yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal.” [QS.
Al-Hujarat : 13]
Tentu,
untuk menwujudkan interaksi sosial ini dibutuhkan proses komunikasi, fungsi
bahasa, serta kesadaran untuk memahami orang lain. Di sinilah saatnya fitrah
sosial itu kita jalankan sebaik-baiknya.
7.
Tingkat Kehidupan Yang Berbeda-Beda
Dalam sebuah
komunitas selalu ada perbedaan strata. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada yang
berpendidikan tinggi, ada yang putus sekolah. Ada yang bertabiat kasar, ada
pula yang halus. Ada yang berkulit sawo matang, ada yang berkulit putih. Ada yang
berprofesi sebagai dokter, ada yang pula yang sehari-hari memungut sampah. Ada yang
punya show room mobil, tapi ada pula yang berprofesi sebagai tukang sayur.
Dan seterusnya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang mengundang
adanya interkasi sosial, adanya kegiatan “saling” memberi saling mengisi
kekurangan, saling menesehati, saling mengajari, saling bantu-membatu. Mau tidak
mau, suka tidak suka, kita harus saling memberi satu sama lain, hal itu tak
lain adalah untuk membentuk keseimbangan hidup. Orang yang kuat menyantuni
yang lemah, yang kaya menyantuni yang miskin yang pandai mengasihi yang kurang
berilmu. Demikianlah, keseimbangan ini harus dijaga, jika tidak ada yang
namanya keseimbangan hidup maka akan muncul aneka kekacauan.