Kamis, 26 Januari 2012

Analisis Management Peran Ayah, Ibu, dan Anak Dalam Ruang Lingkup Keluarga



   Keluarga merupakan unit terkecil dimana berbagai keputusan diambil, dan nilai-nilai luhur tentang kesetaraan dan keadilan gender ditanamkan kepada anak-anak dan seluruh anggota keluarga itu berada. Tanpa adanya pemahaman akan konsep dan nilai-nilai yang berkesetaraan dan berkeadilan di dalam keluarga sejak dini, bahkan sejak anak berada dalam kandungan, maka besar kemungkinan nilai-nilai tersebut tidak diaplikasikan di dalam kehidupan suatu keluarga.


   Selain itu, keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan bermasyarakat terkait antara orang tua dan anak, seringkali melakukan berbagai diskriminasi terhadap anak perempuan, ibu dan anggota keluarga perempuan lainnya.

   Pengelola keluarga adalah merupakan tanggung jawab bersama antara pihak bapak dan ibu. Si Ibu seringkali mendapatkan peran beban ganda, yaitu mulai dari mengurus suami, anak, rumah, dari pagi hingga larut malam, dipihak lain, dalam kondisi tertentu misalnya pada saat kondisi ekonomi keluarga terdesak, seringkali si istri juga turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dengan bekerja di luar rumah.

   Kurangnya akses dan kontrol dalam proses pengambil keputusan, karena si bapak lebih menonjol kepada posisinya sebagai kepala keluarga yang keputusannya selalu dianggap terbaik dan harus diikuti  si istri dan anak-anaknya, hal ini membuat aspirasi dan kepentingan perempuan tidak terwakili dan semakin membuat mereka terpinggirkan dan tidak menjadi prioritas.
  
  Ditambahkan, terciptanya kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, maka prinsip-prinsip manajemen dalam pengertian yang sederhana harus diterapkan dalam keluarga, yang pada hakikatnya adalah juga merupakan lembaga atau organisasi.

  Manajemen keluarga diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan orang-orang dalam keluarga untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama dengan memanfaatkan sumber daya, dana dan prasarana yang tersedia. Dalam mencapai tujuan keluarga ada dua jenis sumber  daya yang harus dikelola, yaitu:
  • Manusia yang mencakup seluruh anggota keluarga dan;
  • Non manusia yang meliputi seluruh fasilitas, dana, peralatan dan perangkat yang diperlukan dalam proses kerjasama.
   Selain itu, Komunikasi juga memegang peranan yang sangat penting dalam keluarga. Adanya komunikasi antar anggota dalam keluarga yang terjadi dengan penuh kasih sayang, persahabatan, kerjasama, penghargaan, kejujuran, kepercayaan dan keterbukaan. 

  Komunikasi sebagai suatu kegiatan interaksi dimana masing-masing anggota keluarga menyampaikan dan menerima pesan, maksud, perasaan serta pikirannya untuk saling diterima dan diinterpretasikan sesuai dengan tingkatan persepsi masing-masing, sangat penting dalam menentukan kualitas hubungan antar manusia, termasuk kualitas hubungan antar anggota keluarga.

   Pendidikan pada anak harus diutamakan, terutama pendidikan sosial oleh para orang tuanya secara mandiri. Anak membutuhkan pengasuhan dan pemeliharaan yang layak dari orang tua, karena sebagai generasi penerus anaklah yang akan meneruskan harapan, cita-cita dan apa yang dirisaukan oleh orang tua. Dalam konteks ini, orang tua tidak hanya berkewajiban memberi anak makan dan pakaian yang memadai, tetapi juga harus memperhatikan semua pertumbuhan dan perkembangan anak yang menyangkut; fisik, pikir dan daya cipta, bahasa dan motorik, moral, agama, disiplin, emosi dan kemampuan masyarakat.

  Sebagai calon anggota masyarakat, anak harus mempunyai kemampuan bermasyarakat yang disebut juga kemampuan sosial, dan hal ini diperoleh dari bagaimana kedua orang tua memberikan pendidikan kepada Anak baik secara formal maupun informal, agar si anak dapat langsung berperan aktif di dalam suatu ruang lingkup masyarakat.

  Bagi orang tua yang kurang mampu menerapkan gaya pengasuhan yang cukup tepat yang tidak sesuai dengan kondisi Orang Tua, Anak, dan lingkungan, maka akan terbentuk hubungan yang kurang harmonis antara anak dan orang tua, bahkan menjadikan pecahnya keluarga. Hal ini barangkali dapat dihindari bila orang tua memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan tentang gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, untuk membentuk anak yang matang perkembangan sosialnya yang memberi kontribusi cukup besar untuk ketentraman keluarga.

  Persoalan keuangan juga termasuk hal yang sangat signifikan dan suatu hal yang tak bisa dipinggirkan dalam pengelolaan keluarga,karena didalam kehidupan suatu keluarga membutuhkan makan, minum, pakaian, pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi dan sebagainya.
Kalau melihat gambaran ini seolah-olah kebutuhan manusia tidak terbatas, padahal alat pemuas (uang) sifatnya terbatas, akibatnya manusia cenderung mengatakan kurang dari pada lebih atau cukup.

  Melalui pengelolaan manajemen keuangan keluarga yang baik, uang yang keadaannya sangat terbatas pun dapat kita kendalikan, bukan sebaliknya, kita yang dikendalikan uang. Dengan manajemen keuangan yang baik dan dengan senantiasa membuat perencanaan anggaran belanja keluarga, kita dapat ‘bergaul’ dengan uang, memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan yang sangat penting, menghayati faedah hidup sederhana, menerapkan sikap menabung, terhindar dari sifat boros dan asal membeli, suatu management keuangan keluarga yang diprioritaskan dari sesuatu yang paling penting, yang  penting, tidak penting, dan  sangat tidak penting.

1.   Hak-hak Perempuan Dalam Reproduksi dan Produksi
   Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga perlu diberikan kepada anggota keluarga. Kesehatan reproduksi mempunyai arti bukan sekedar memelihara, merawat dan menjaga alat reproduksi, tetapi arti lebih luasnya mencakup peran seluruh anggota keluarga dalam memelihara kelangsungan kehidupan keluarga.
Dalam hal ini, perempuan (Ibu) sebagai salah satu anggota keluarga mempunyai 3 (Tiga) peran penting, yaitu:
  • Sebagai ibu rumah tangga;
  • Sebagai anggota masyarakat dan;
  • Peran reproduktif.

    Ketiga peran tersebut perlu dijaga keseimbangannya agar kerukunan dan kesejahteraan hidup keluarga terpelihara dengan baik. Dalam peran reproduktif, perempuan berkewajiban untuk melahirkan anak-anaknya sebagai pewaris keturunannya.

     Namun adakalanya tidak semua perempuan dapat melahirkan keturunannya, meskipun secara fisik dan mental sehat. Ketidaksuburan perempuan dapat menjadi pemicu ketidakharmonisan keluarga. Demikian pula sebaliknya ketidaksuburan laki-laki akan mengakibatkan hal yang sama.

    Oleh karena itu perlu adanya saling pengertian antara suami dan istri demi menjaga keharmonisan keluarga. Peran reproduktif berarti pula bahwa suami dan istri harus saling menjaga dan memahami permasalahan yang berkaitan dengan anak-anaknya sebagai buah kasih sayang mereka. Melahirkan anak berarti harus siap memelihara, merawat dan mendidiknya menjadi anak yang berguna di masa yang akan datang.

   Seperti telah dikemukakan di atas bahwa disamping mempunyai peran kodrati yaitu peran bereproduksi, perempuan juga mempunyai peran subtitutif. Peran ini merupakan peran yang sunat (tidak wajib) bagi seorang perempuan. Sebagai contoh, keikutsertaan isteri mencari nafkah dalam membantu tegaknnya ekonomi keluarga. Peran ini memang lebih banyak terlihat dalam kehidupan waita dalam keluarga, walaupun tidak terbatas dalam keluarga saja. Dilihat dari konteks tersebut, memang peran ini lebih bersifat kondisional, yaitu tergantung pada keadaan dan kesepakatan yang ada antar pasangan dalam keluarga, namun secara normatif peran ini dibebankan kepada pundak suami, sesuai dengan keterangan Al-Qur’an dalam ayat:
Artinya:  Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS.Al-Baqarah: 233).

    Akan tetapi di dalam masyarakat sendiri seringakali dijumpai adanya perempuan yang menjalankan fungsi ganda sebagai reproduksi dan produksi. Alangkah tidak adil jika permpuan disamping memikul peran reproduksi juga  turut memikul peran produksi. Sementara kaum lelaku (demi kidratnya) tidak pernah bias dipaksa untuk memikul kedua sekaligus.
 Menurut Amina, idealnya segala sesuatu yang dibuthkan  wanita untuk memenuhi tanggung jawab utamanya (reproduksi) seharusnya disedikan oleh masyarakat, oleh pria yakni berupa perlindungan fisik dan dukungan material jika tidak, maka hal ini merupakan penindasan yang serius terhadap kaum wanita.
       
       Namun, kembali lagi ke realitas yang selalu berbicara lain dan tidak sesuai dengan yang idealnya diharapkan, dewasa ini banyak perempuan yang mempunyai peran ganda. Maka dalam menjalankan fungsinya dalam hal sebagai peran produksi juga, permpuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, keduanya harus sama-sama menikmati kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi. Keduanya harus mempunyai kesempatan kerja yang sama.

    Kenyataannya dalam masyarakat sering menunjukkan pembagian kerja yang tidak adil bagi perempuan. Permpuan sering kali didiskriminasikan dalam hal memperoleh kesempatan kerja, dalam menggaji buruh serta dalam menentukan gaji.

    Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Darlene May “wanita sebagaimana pria dapat melakukan kontrak, melakukan usaha, mencari kekayaan, meminjamkan dan meminjam. Setiap pribadi pria dan wanita secara langsung bertanggung jawab terhadap apapun utang pribadi yang ia lakukan. Wanita sendiri, bagaimanapun, memiliki hak mutlak atas kekayaannya. Karena itu mereka tidak memikul tanggung jawab financial apapun. Kecuali kemewahan pribadi, sementara pria di bawah suatu kewaiban hukum unutk memelihara isteri, anak-anak, dan sebagainya.

    Dengan demikian dalam kerjapun perempuan berhak untuk mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan. Dalam banyak kasus yang terjadi pada TKW Indonesia yang bertugas di luar negeri. Seringkali masalah kesehatan tidak diperhatikan sehingga sering dijumpai banyaknya perempuan Indonesia menjadi korban dari kejadian tersebut.

     Perempuan juga berhak untuk mendapat perlindungan hukum yang sama dengan laki-laki. Sebagai contoh, sering dijumpai banyaknya perempuan yang mengalami pelecehan seksual dalam bekerja. Sehingga perempuan dianggap hanya sebagai objek semata.

    Perempuan berhak untuk mendapat cuti, ketika permpuan sedang menjalankan fungsi reproduksi (mengandung dan melahirkan) hendaknya perempuan dibebas tugaskan dari beban kerja yang bersifat produksi.

   Satu hal yang perlu ditekankan dalam keluarga adalah, peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat yang sangat beragam dan berganda telah disadari, terlebih-lebih fungsi dan peran perempuan dalam keluarga yang tidak dapat digantikan/dilakukan oleh laki-laki (mengandung, melahirkan dan menyusui) dan yang lebih dominan dari laki-laki (memelihara anak, mengelola urusan rumah tangga, memberi perhatian dan kasih sayang, menanamkan nilai-nilai moral/agama dan sebagainya).

2.    Analisis Kekerasan Dalam Rumah Tangga
      Kekerasan dalam rumah tangga masih merupakan masalah yang tersembunyi dan belum tersentuh oleh perhatian masyarakat. Di Indonesia tidak banyak yang ditemukan tulisan-tulisan atau kajian-kajian yang mempermasalahkan kekerasan dalam rumah tangga telah tumbuh, data yang komperhensif mengenai sebab akibat, dampak dan berbagai hal lainnya telah dapat pula diidentifikasikan.

      Kekerasan dalam rumah tangga hampir dialami oleh setiap bangsa di dunia ini, bahkan di Negara maju sekalipun. Sehingga telah banyak perempan yang menjadi korban dari kekerasan tersebut, bahkan ada yang sampai meninggal. Kekerasan dalam rumah tangga terutama terhadap permpuan merupakan terminologi yang relatif baru dalam wacana feminisme di Indonesia. Walaupun kekerasan dalam rumah tangga pada dasarya merupakan kejadian keseharian dalam hampir seluruh komunitas manusia. Tetapi amat disayangkan hal ini tidak ditenggarai sebagai sebuah persolan yang serius karena konteksnya yang demikian ekslusif, yaitu dalam sebuah kehidupan perkawinan.

    Sudah menjadi keyakinan masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern, bahwa kehidupan di dalam rumah tangga merupakan seubah area tertutup atau hanya untuk kalangan sendiri. Artinya ada keengganan untuk membicarakan persolan domestik kepada ornag luar, karena memang nilai-nilai yang melembangakannya. Tradisi budaya, nilai-nilai sosial, ajaran agama, kesemuanya merupakan faktor yang melembagakan keinklusifan kehidupan domestik.

     Dalam kehidupan sehari-hari, dalam masyarakat yang tentram, dibalik dindig harmoni rumah tangga, banyak permpuanyang telah dilanggar hak-haknya karena ada perbedaan posisi secara struktural dalam kehidupa perkawinan. Penetapan peran laki-laki (suami) sebagai kepala dan pemimpun rumah tangag, dan perempuan sebagai ibu rumah tangga, ternyat memberikan peluang bagi terjadiya pelanggaran hak azazi perempuan dalam kehidpan di dalam rumah tangga.

     Pernyataan ini jelas menunjukan pengajuan badan dunia PBB agar masyarakat duni mengakui akan adanya persolan kekerasan terhadap perempuan tidak hanya di area public, melainkan juga di area domestic. Tentu saja ini merupakan lompatan besar yang merupakan buah dari perjuangan gerakan feminism, mengingat perempuan telah mengalami penindasan luar biasa selama beradab-adab, di dalam rumah tangga mereka sendiri, dan oleh anggota keluarganya sendiri yang nota benenya adalah pasangan hidup perempuan itu sendiri yang katanya “saling mengasihi” .

      Tradisi penindasan permpuan permpuan di dalam rumah tangga mereka sendiri terus berlanjut hingga masa keemasan ilmu freud. Tokoh ini bahkan telah menjadi penyumbang terbesar bagi legalitas penindasan perempuan oleh pasangan hidupnya, melalui diagnose “masochistic”(gajala kejiwaan yang abnormal karena mereka nikmat aau senang dianiaya/disakiti).

       Gejala kejiwaan ini masih banyak di yakini oleh para ahli jiwa dewasa ini, padahal jelas bahwa diagnose Freud telah melupakan unsur tekanan budaya bagi permpuan yang membuat merka bertahan dalam hidup perkawinan yang penuh penderitaan dengan cara memendam dalam-dalam penderitaannya karena dianiaya lahir bathin oleh pasangan mereka. Perempuan diam dan bertahan dalam perkawinan di sebuah rumah tangga yang mengerikan itu bukan karena mereka menikmati penderitaan tersebut, tetapi karena tekanan budaya.

     Harus diakui bahwa tradisi penindasan terhadap perempuan dalam kehidupan menjadi nasib perempuan harus banyak berkorban demi keutuhan perkawinan. Itulah sebabnya di Indonesia persoalan kekerasan dalam rumah tangga ini belum dikenali sepenuhnya sebagai persoalan serius. Karena memang masyarakat belum tahu banyak dampak dari tradisi “pengorbanan” perempuan ini.
Kekerasan dalam rumah tangga pada dasarnya adalah bagian dari kekerasan dalam keluarga. Biasanya kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri ataupun sebaliknya. Namun demikian, sampai saat ini korban dari kekerasan dalam rumah tangga adalah 90% terdiri dari kaum perempuan. Di samping itu kekerasan dalam arti yang umum adalahpenganiayaan yang dilakukan oleh seorang yang berada dalam satu keluarga untuk melukai anggota keluarga yang lain.

a.    Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
       Prilaku kekerasan dalam rumah tangga ini mencakup kekerasan fisik, Psikologis, dan Emosional, Seksual dan Ekonomi.
1.    Kekerasan Fisik
       Yang termasuk dalam bentuk kekerasan fisik adalah meliputi:
  • Menampar
  • Memukul
  • Menarik rambut
  • Menyudut dengan rokok
  • Melukai dengan sengaja
  • Mengabaikan kesehatan
  • Dll -yang berhubungan dengan penganiayaan fisik-

2.    Kekerasan Psikologis
      Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang termasuk di sini adalah penganiayaan secara psikis dan emosional seperti:
  • Penghinaan
  • Melontarkan kata-kata yang merendahakan
  • Melukai harga diri
  • Melarang untuk mengunjungi keluarga.
  • Memisahkannya dengan anak-anak
  • Mengancam atau menkut-nakuti sebagai sarana memaksa kehendak
  • Mengisolir isteri dari dunia luar
  • Melarang istri terlibat dalam kegiatan sosoial kemasyarakatan
  • Dan lain-lain

3.    Kekerasan Seksual 
       Kekerasan seksual meliputi bentuk-bentuk prilaku sebagai mana terteera di bawah ini:
  • Pengisolasian dari kebutuhan batiniah
  • Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki
  • Pemaksaan hubungan ketika salah sau pasangan sedang tidak menghendaki atau sedang sakit maupun berhalangan
  • Memaksa (istri) berhubungan seks dengan orang lain, baik utnk kebuasan batinnya (suami) ataupun menjadikan (istrinya) nya menjadi pelacur untuk mendapatkan uang.
  • Membatasi satlah satu pasangan dengan memanfaatkan keuntungan ekonoi
  • Menguasai hasil kerja
  • Memaksa istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan suami
  • Dan lain-lain
  • Dampak Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
     Pelanggaran hak asasi perempuan di dalam kehidupan berumah tangga ini sangat menimbulkan dampak yang luar biasa secara fisik maupun psikologis. Seringkali akan timbul rasa takut terhadap figur ayah, benci kepada laki-laki, trauma pada lembaga perkawinan. Walaupun pada dasarnya manusia adalah makhluk yang paling adaftif, artinya mampu melakukan penyesuaian diri dalam segala situasi dan segala medan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing individu adalah berbeda dan unik, sehingga kemmpuan adaptasinya juga berbeda-beda.

     Suatu kejadian luar biasa yang menimpa seseorang mungkin menyebaban trauma bagi orang itu, tetapi mungkin tidak bagi orang lain. Dengan demikian damapak peristiwa traumatik tidak selalu sama antar satu orang dengan orang lain.

     Secara umum, pada kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan pelecehan seksual), korban akan mengalami dampak jangak pendek (short term effect) dan dampak jangka panjang (long term effect) . Keduanya merupakan suatu proses adaptasi yang normal (wajar) setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis. Dampak jangka pendek biasanya  dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk dari segi fisik korban sepeti sebagai berikut:
a.    Luka memar
b.    Patah tulang
c.    Terkilir
d.    Cacat fisik
e.    Kerusakan organ reproduksi menyebabkan sebagai berikut:
1.    Cemas
2.    Pemurung
3.    Sangat marah
4.    Jengkel
5.    Stress
6.    Minder
7.    Malu
8.    Terhina
9.    Merasa bodoh
10.    Meyalahkan diri sendiri
11.    Kehilangan kepercayaan kepada anggota keluarga yang lain
12.    Dan lain-lain

    Gangguan psikologis ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (list Apetite).

      Dampak jangka panjang dapat terjadi apabila kroban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantukan konseling psikologis yang memadai. Dampak jangka panjang itu dapat berupa sikap atau persepsi yang negatif terhadap laki-laki atau terhadap seks itu sendiri.

    Selain hal-hal yang disebutkan diatas ada istilah khusus dalam memahami dampak kekerasn terhadap korban kekerasn dalam rumah tangga, yaitu apa yang disebut sebagai trauma. Trauma adalah “luka jiwa” yang disebabkan oleh karena seorang individu mengalami hal diluar batas normal berdasarkan standard dirinya sendiri.

    Bila seseorang perempuan menjadi korban kekersan di dalam rumah tangga, dan kemudian Ia mengalami gejala-gejala yang khas, seperti mimpi-mimpi buruk (nightmares) atau ingatan-ingatan akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flashback), dan gejala tersebut bekepanjanga hingga lebih dari sekitar 30 hari, besar kemungkinan korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami post traumatic stress disorder (PTSD) atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai stress pasca trauma.

      Ada 3 (tiga) kategori gejala yang paling umum dalam psot traumatic stress disorder (PTSD) yaitu:
1.    Hyper Arousal
Gejala ini sangat dipengaruhi oleh kerja hormonal tubuh yang ikut berubah sehubungan dengan perubahan kondisi psikologis korban. Gajala yang paling umum adalah agresi, insomnia. Dan reaksi emosional yang intens, seperti depresi yang menyebabkan korban ingin bunuh diri. Gejala ini merupakan indikasi dari adanya persistan continuing expectation of danger atau persaan seolah-olah kejadian yang buruk itu akan terus terjadi.

2.    Instusion
Merupakan constan reliving of the traumatic event atau korban sungguh-sungguh tidak mampu mengontrol pemuncuan ingatan-ingatan peristiwa yang mengerikan itu. Gajala ini biasanya berupa mimpi-mimpi buruk (nightmare) dan ingatan-igatan yag berulang (flashback) seperti sebuah kilas balik, sehingga dapat dikatakan sebagai kekacauan ingatan.

3.    Numbing
Dalam istilah bahasa Indonesia ini dapat diartikan sebagai “mati rasa”. Gejala ini pada dasarnya wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika terjadi terus menerus sehingga orang menjadi acuh tak acuh (indifferent) dan terpisah (detached) dari interaksi social.

     Ketiga hal inilah yagn dikenal sebagai “dialektika trauma” yaitu gejala-gejala yang sangat umum dialami oleh seseorang individu yang mengalami trauma. 

    Lain halnya dari korban perkosaan, perempuan korban kekerasan suami di dalam rumah tangga karena biasanya kekerasan itu berisifat berulang dan bekelanjutan, maka para istri korban kekerasan ini juga biasanya memiliki karakter sebagai berikut:
  • Rendah diri dan tidak percaya diri
  • Selalu menyelahkan dirinnya sendiri, karena merasa telah menyebabkan suaminya menjadi kalap
  • Mengalami gangguan reproduksi (misalnya infertilasi, gangguan siklus haid, dan sebagainya) karena merasa tertekan (stress) 
B.    Langkah-Langkah Penangulangan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
      Kebanyakan perempuan sebagai istri korban kekerasan di dalam rumah tangga memang lebih sulit untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Karena mereka cnederung befikir bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk anak-anak, suami keluarga besar dan sebagainya.

    Cara berfikir yang demikian ini memang merupakan tipikal cara berfikir perempuan yang dibesarkan dengan irama untuk selalu berhubungan dengan dan bertanggung jawab terhadap orang lain.”

    Hal ini terkait dengan konsep gender, yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang diproteksikan kedepan untuk menjadi seorang istri dan ibu, yaitu pihak yang kelak akan menjadi penanggung jawab pengasuh anak-anak.

       Disinilah letak pentingnya pendekatan konseling yang berbeda dengan konseling pada umumnya, yaitu dengan memperhatikan konteks pembentukan mental psikologis perempuan dalam suatu masyarakat.

    Peran perempuan dalam kehidupan sehari memang sangat menentukan kualitas intelektual, emosional dan spiritual anak sebagai generasi penerus, maupun kualitas keluarga sebagai unit terkecil masyarakat.  Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan merupakan penentu arah dan masa depan bangsa, sehingga seharusnyalah upaya peningkatan kualitas  dan pemberdayaan perempuan mendapat perhatian yang proporsional.

    Jadi, dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, untuk tercapainya keluarga sakinah, maka dalam kehidupan suatu keluarga perlu menerapkan prinsip-prinsip antara lain; Manajemen dan Perencanaan Program Keluarga, Komunikasi Dalam Keluarga, Pendidikan Sosial Dalam Keluarga, Gaya Pengasuhan Yang Baik Antara Orang Tua Dalam Keluarga, Kesehatan Reproduksi Dalam Keluarga dan Manajemen Keuangan Keluarga.

1 komentar:

  1. pern orang tua sangat penting untuk mendidik anak, semoga kita bisa lebih memiliki waktu untuk keluarga kita dan bisa membahagiakan mereka, thc

    BalasHapus

Search