Sabtu, 14 September 2013

Kenapa Kaki & Ketiak Gampang Geli


Ketiak dan telapak kaki bagi banyak orang menjadi bagian tubuh yang paling tidak tahan geli. Dan hal ini sering menjadi pertanyaan hamper setiap orang “kenapa dua bagian ini paling sensitif dan tidak tahan jika digelitik atau disentuh?”

Beberapa orang mungkin memiliki bagian sensitif yang berbeda, karena pada titik tersebut menghasilkan refleks geli dengan derajat yang bervariasi atau bahkan tidak sama sekali. Seseorang mungkin memiliki daerah sensitif dimana orang lain tidak merasakan apapun.

Telapak kaki dan ketiak merupakan dua daerah dalam tubuh yang paling sensitif bagi kebanyakan orang. Hal ini karena pada telapak kaki memiliki konsentrasi Meissner’s corpuscles yang lebih tinggi. Ujung dari saraf ini akan membuat telapak kaki memiliki kadar geli yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lainnya.

Biasanya tempat yang paling geli adalah tempat yang sangat rentan terhadap serangan, setidaknya di sekitar bagian atas tubuh. Pada bagian ketiak mengandung pembuluh darah dan arteri, serta memungkinkan akses leluasa ke jantung karena tulang rusuk sangkar tidak lagi memberikan perlindungan kepada rongga dada di sekitar ketiak.

Hal yang sama juga berlaku pada bagian tubuh yang geli lainnya seperti leher. Karena tidak ada perlindungan dari tulang, maka secara otomatis seseorang akan bereaksi ketika daerah tersebut disentuh oleh orang lain. Sebagai tambahan, saraf reseptor yang dekat dengan permukaan kulit akan membuat sensitifitasnya makin tinggi.

Selain itu, leher juga mengandung bagian-bagian penting. Seperti karotid yang akan memasok darah ke otak serta batang leher yang membawa udara ke paru-paru juga terletak dibagian depan leher.

Peneliti juga menunjukkan bahwa cerebellum (otak kecil), yang merespons sentuhan akan menunjukkan aktivitas yang lebih saat diberi sentuhan yang mendadak dibandingkan dengan sesuatu yang telah diantisipasi. Jika otak sudah bisa mengenali sentuhan yang akan datang, hal ini akan membuat saraf respons tidak terlalu intens. Makanya seseorang tidak akan pernah berhasil menggelitik diri sendiri.

Seseorang yang tertawa saat digelitik dipengaruhi oleh faktor sosial, karena orang akan tertawa jika yang melakukan sentuhan tersebut adalah seseorang yang dekat atau sudah merasa nyaman satu sama lain seperti orang tua, sahabat, atau teman. Namun, jika yang melakukannya adalah orang lain, responsnya bukan tertawa tapi bisa saja menjadi marah.

Rabu, 11 September 2013

Tujuh Alasan Mengapa Kita Harus Memberi Manfaat Kepada Orang Lain

http://inspiredbeeing.com/page/2/
Hidup adalah memberi! Setidaknya itulah yang dapat kita lakukan jika kita merasa masih merasa menjadi manusia yang berguna, kita memang dapat hidup dari apa yang kita terima namun kita dapat memberikan kehidupan dari apa yang kita beri, manusia dilahirkan berbeda-beda dengan tujuan agar umat manusia dapat bermanfaat satu sama lain, saling melengkapi, dan menjaga keseimbangan hidup, dibawah ini setidaknya ada 7 alasan mengapa kita harus memberi manfaat kepada sesama:

1.      Karena Allah Telah Banyak Memberikan Kita Nikmat
Dalam alqur’an surat al kautsar, allah berfirman yang artinya “sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang sangat banyak”. Setelah ayat ini, lalu allah mengatakan “maka dirikanlah bagi Rabbmu, dan sembelihlah hewan kurban”. Menyembelih hewan kurban adalah termasuk kerja sosial, yaitu memberi manfaat bagi orang lain, dalam bentuk daging, tulang, kulit dan lainnya.
Ketika mengomentari ayat ini, Ibnu Taimmiyah berpandangan, “Allah memerintahkan mengumpulkan dua ibadah sekaligus, yaitu menunaikan shalat dan menyembelih kurban. Inilah kombinasi ibadah mahdah dan ghairu mahdah.” Sedangkan Imam Ibnu Katshir menyebutkan, bahwa qurban adalah ibadah ilahiyah dan sosial sekaligus.

2.      Pengukuhan Tauhid Kepada Allah
Prinsip kerja memberi yang dilakukan oleh orang-orang beriman tidak sekadar menyenangkan dan membahagiakan. Tetapi, dibalilk itu semua sikap memberi menjadi suatu bentuk sikap pengukuhan tauhid (keimanan) kepada Allah, bahwa ia memberi karena Allah yang telah memerintahkan hal itu. Karena itu pula pemberian ini tidak perlu dikait-kaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik, seperti menyembelih atas nama selain Allah, atau sengaja dihanyutkan ke air. Melainkan seekor kurban disembelih atas nama allah, lalu dimakan, diberikan kepada fakir miskin, dan lain-lain.
Dalam pengukuhan tauhid ini, Allah mengatakan tentang hewan qurban dalam al-qur’an “Sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah daging dan darahnya, melainkan nilai ketakwaan kalian.” [Al-Hajj: 37]

3.      Mengikuti Sunah Para Nabi Dan Salihin Terdahulu
Sudah jelas bahwa kegiatan beri memberi manfaat bukanlah karya orang-orang yang hidup belakangan. Tapi, ia merupakan tradisi kenabian dan budaya orang-orang saleh sejak dahulu kala. Ia adalah sunah Nabi Ibrahim, nabi Muhammad, Abu Bakar, Abdurrahman bin ‘Auf dan seterusnya. Mereka adalah orang-orang yang ulet beribadah, namun pada saat yang sama penuh dedikasi kepada orang lain. Allah menggambarkan sifat mereka dalam al-qur’an “mereka mendahuluhkan saudaranya yang lain, walaupun mereka sendiri menderita” [QS. Al-Hasyr : 91]

4.      Simpati Dan Empati Kepada Sesama Muslim
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah bersabda “Siapa saja yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka dia bukan bagian dari mereka (muslimin itu)” [HR. Baihaqi, dalam Al-Ausath, dari Hudzaifah Al Yamani]
Dalam riwayat ini dijelaskan, pembeda antara orang muslim dan bukan ialah kepedulian mereka terhadap ummat (kaum muslimin). Tentu saja sejatinya orang-orang yang beriman harus punya kepekaan tinggi terhadap saudara-saudaranya. Mereka tidak saja punya kewajiban beribadah, tapi lebih dari itu juga memiliki sensitivitasnya terhadap hajat-hajat sosial di sekitarnya.

5.      Adalah Suatu Cara Memuliakan Diri Sendiri
Memberikan yang terbaik kepada saudara sebenarnya sebuah cara kita memuliakan diri sendiri. Sebab nilai kita di mata Allah bkan tergantung seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa besar yang kita berikan dan seberapa besar gunanya untuk keperluan orang lain.
Setiap kali kita memberi manfaat kepada orang lain maka itu seperti kita meletakan batu bata untuk rumah kita di akhriat kelak. Akan bagaimana bentuk rumah kita di akhirat sangat tergantung dengan apa yang kita berikan untuk orang lain.

6.      Karena Kita Sejatinya Adalah Makhluk Sosial
Kita harus benar-benar memahami, bahwa tidak ada satupu manusia bisa hidup di muka bumi ini seorang diri, tanpa bantuan orang lain. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan besar, hal-hal kecil pun terkadang kita meminta bantuan orang lain. Apabila mata kita kelilipan misalnya, tentu kita tidak bisa meniupkannya sendiri. Kita tetap butuh seseorang di sekitar kita untuk membantu menghilangkan debu di mata.
Karena itulah, allah menjadikan manusia bersuku, berbangsa-bangsa, memiliki perbedaan bahasa, gaya hidup, agar mereka saling meneganal dan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Seperti yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an  :
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan wanita, dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, ialah siapa yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Tahu lagi Maha Mengenal.” [QS. Al-Hujarat : 13]
Tentu, untuk menwujudkan interaksi sosial ini dibutuhkan proses komunikasi, fungsi bahasa, serta kesadaran untuk memahami orang lain. Di sinilah saatnya fitrah sosial itu kita jalankan sebaik-baiknya.

7.      Tingkat Kehidupan Yang Berbeda-Beda
Dalam sebuah komunitas selalu ada perbedaan strata. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada yang berpendidikan tinggi, ada yang putus sekolah. Ada yang bertabiat kasar, ada pula yang halus. Ada yang berkulit sawo matang, ada yang berkulit putih. Ada yang berprofesi sebagai dokter, ada yang pula yang sehari-hari memungut sampah. Ada yang punya show room mobil, tapi ada pula yang berprofesi sebagai tukang sayur. Dan seterusnya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang mengundang adanya interkasi sosial, adanya kegiatan “saling” memberi saling mengisi kekurangan, saling menesehati, saling mengajari, saling bantu-membatu. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus saling memberi satu sama lain, hal itu tak lain adalah untuk membentuk keseimbangan hidup. Orang yang kuat menyantuni yang lemah, yang kaya menyantuni yang miskin yang pandai mengasihi yang kurang berilmu. Demikianlah, keseimbangan ini harus dijaga, jika tidak ada yang namanya keseimbangan hidup maka akan muncul aneka kekacauan.

Search