Selasa, 26 Februari 2013

Abu Nawas - Merayu Tuhan

Abu nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mmengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menananyakann mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyan yang sama. Orang pertama muai bertanya,

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”

“Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil.” Jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang pertama.

“Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan.” Kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjaka dosa-dosa Keci?”

“Orang yang tidak mengerjakan keduanya.” Jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang kedua.

“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari tuahn.” Kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaa yang sama. “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”

“Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar.” Jawab Abu Nawas.

“Mengapa?” kata orang ketiga.

“Sebab pengampunan Allah kedapa hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu.” Jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima alas an Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya.

“Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?”

“Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingaktan hati.”

“Apakah tingkatan mata itu?” Tanya murid Abu Nawas. “Anak kecil yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata.” Jawab Abu Nawas mengandaikan.

“Apakah tingkatan otak itu?” Tanya murid Abu Nawas. “Orang pandai yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengatahuan.” Jawab Abu Nawas.

“Lalu apakah tingkatan hati itu? Tanya murid Abu Nawas. “Orang bijaksana yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintan itu kecil walupun ia tahu bintang itu besaar. Karena bagi orang yang mengerti, tidak ada sesuatu apaun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah.

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. Ia bertanya lagi.

“Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?”

“Mungkin.” Jawab Abu Nawas.

“Bagaimana caranya?” Tanya murid Abu Nawas ingin tahu.

“Dengan merayuNya melalui pujian dan doa.” Kata Abu Nawas.

“Ajarkan doa itu padaku wahai guru.” Pinta murid Abu Nawas.

“Doa itu adalah: Ilahi latsu lil Firdausi ahla, wala aqwa’alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil ‘adhimi.

Sedangkan arti do’a itu adalah: “Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetaapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatkku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.

Disadur dari buku: 
Rahimsyah, MB, Mati Ketawa Bersama Abu Nawas, Sandro Jaya, Jakarta.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search