Oke, sekarang saya mau bahas tentang konsep berita sesungguhnya, pernah kita memikirkan jikalau untuk apa suatu berita itu dibuat, terutama dalam masalah pengorientasian berita atau mau dibawa kemana sebuah berita itu. George fox mott dalam new survey
of journalism mengingatkan, paling tidak terdapat delapan konsep berita yang
harus diperhatikan oleh para praktisi dan pengamat media mass. Kedelapan
konsep itu meliputi:
1. Berita Sebagai Laporan Tercepat
Lebih cepat suatu
berita disiarkan, lebih baik. Karena faktor kecepatan itu pula, mengapa berita
dibuat dalam pola atau rumusan baku piramida terbalik. Prinsip kecepatan dalam
melaporkan berita, mengharuskan para reporter dan editor mampu bekerja dengan
cepat. Namun prinsip ini tetap harus diimbangi pula dengan kelengkapan dan
ketelitian, kecermatan dan ketepatan, sehingga berta apapun yang dilaporkan
tetap factual, benar dan akurat, dan tidak malah membingungkan khalayak
pembaca.
2.
Berita Sebagai Rekaman
Rekaman peristiwa dalam
pengertian “dokumentasi” dapat disajikan dalam berita dengan menyisipkan
erkaman suara nara suber dan peristiwa, atau penyiaran proses peristiwa detik
demi detik secra utuh melalui reportase dan siaran langsung sebagai rekaman
gambaran peristiwa.
Menurut pakar
linguistic, tulisan lebih menekankan struktur dan makna, sedangakan lisan atau
ujaran lebih mengutamakan perhatian, pengertian, dan penerimaan.
Dalam perspektif teori
jurnalistik, berita sebagai rekaman peristiwa yang terdokumentasikan itu, telah
membuka luas ladang penelitian bagi media massa, antara lain dengan berpijak
pada parakdigama Harold D. Lasswell. Dulu, dikenla dengan teori sanalisis isi
media walupun difakultas dan jurusan-jurusan komunikasi kurang diminati.
Menurut Barelson, analisis isi adalah teknik penlitian untuk melukiskan isi
kiomunikasi yang nyata secara ojektif, sistematik dan kuantitatif.
Kini, berkembang
sejumlah teori, pendektan, dan model “baru” dalam penelitian analisis teks
media,, yakni analisis wacana, analisis semiotic dan analisis bingkai (framing).
3.
Berita Sebgai Fakta Objektif
Berita adalah laporan
tentang fakta secara apa adanya (das
Sein), dan bukan laporan tentang fakta yang seharusnya (das Sollen).
Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang
atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita
tersebut.
4.
Berita
Sebagai Interpretasi
Teori jurnalistik
mengingatkan, tidak semua berta dapa berbicara sendiri. Sering terjadi, berita
yang diluput dan dilaporkan media, hanya serpihan-serpihan fakta yang belum
berbicara. Tugas media adalah membuat fakta yang seorlah membisi itu menjadi
dapat berbicara sendiri kepada khalayak pembaca, pendengar, atu pemirsa dalam
bahasa yang enak dibbaca dan mudah dicerna.
Untuk itu, redaksi menyajikan
analisis berita, menyelenggarakan wawancara dengan para ahli, menggelar
diskusi, dan memberikan interpretasi terhadap berbagai fenomena dan fakta yang
muncul, antara lain melalui artikel dan tajuk rencana.
5.
Berita Sebagai Sensasi
Sensasi berasal dari
kata sense, artinya alat pengindraan, sensasi adalah pengalaman elementer yang
segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan
terutama sekalli berhubungan dengan kegiatan alat indra.
Sensasi itu sendiri
merupkan bagian dari persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang obejk,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi.
Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas, sensasi adalah bagian dari
persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya
melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi motivasi, dan memori.
Sensasi atau
sensasional dianggap lebih mendekatai alam mistikal dan irasional, daripada
mengikuti alur logika serta mengembangkan pendekatan rasional. Dalam bahasa
lain, sensasional adalah salah satu bentuk tahayul pers yang harus dijauhi.
6. Berita
sebagai minat insani atau pemicu bangkitanya emosional dan bangkitnya
faktor-faktor interaksi sosial.
Dengan laporan berita
emosional seperti bencana dan konflik, media massa bermaksud menggalang dan
membangkitkan atensi serta motivasi untuk tetap bersatu, tetap bersaudara,
tetap saling berkkomunikasi dan saling mencintai. Media merasa terpanggil untuk
senantiasa menumbuhkan kepekaan individual dan kepekaan sosial masyarakat.
7.
Berita
Sebagai Ramalan/Perkiraan-Prakiraan)
Berita sanggup
memberikan interpretasi, prediksi, dan konklusi. Pandangan semacam ini
mewajibkan siapapun yang kerap berhubungan dengan media massa, untuk tidak lari
ke “dunia uji nyali” melalui “berbagai penampakan” yang mungkin menyesatkan.
8.
Berita Sebagai Gambar
Dalam dunia jurnalistik
dikenal aksioma: satu gambar seribu kata (one
picture one thousand word). Jadi, betapa dahsyatnya efek sebuah gambar
dibandingkan dengan kata-kata. Sekarang dalam dunia persuratkabaran, gambar
karikatur merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memengaruhi khalayak
setelah kolom editorial dan artike. Sikap dan bahkan perilaku public dapa
digerkkan dengan bantuan gambar kkarikatur. Sebab gambar, foto, dan karikatur merupakan
pesan-pesan yang hidup sekaligus menghidupkan deskripsi verbal lainnya. Karna
itu, surat kabar dan majalah hanya akan menjadi lembaran-lembaran mati yang
membosankan jika hadir tanpa foto dan gambar.
Hasil penelitian
menunjukkan, menyampaikan pesan secara visual melaui media seperti surat kabar,
buku, atau poster, jauh lebih cepat menimbulakn atensi serta lebih mudah
dipahami maksud serta isinya oleh khalayak dibandingkan apabila pesan itu hanya
disampaikan melalui rangkaian kata-kata secara verbal.
Bibliografi
Bibliografi
#Sumandria, AS Haris, Cet.4 2011, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media., h.71-79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar